JAKARTA,
MHI - "Fungsi dewan pers
adalah sebagai fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers
sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Pers.
Ketentuan tersebut bukanlah ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan karena
rumusannya sudah sangat jelas," Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal
Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong dalam sidang pengujian
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), pada Senin
(11/10/2021) secara daring di Ruang Sidang Pleno MK.
Dikatakan
Usman, peran dewan pers dalam memfasilitasi penyusunan peraturan di bidang pers
adalah memberikan suatu kemudahan bagi seluruh organisasi pers dalam berbagai
masukan dan menyalurkan aspirasi. Menurutnya, dengan memperhatikan definisi
kata memfasilitasi tersebut maka maknanya dewan pers tidak bertindak sebagai
lembaga pembentuk atau regulator, karena berdasarkan ketentuan a quo UU
Pers penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers dilakukan oleh
organisasi-organisasi pers.
“Hal
tersebut telah jelas disebutkan setelah kata memfasilitasi dalam
ketentuan a quo terdapat frasa organisasi-organisasi pers
dalam menyusun peraturan-peraturan pers. Sehingga rumusan tersebut tidak dapat
ditafsirkan menghalangi hak organisasi pers dalam menyusun peraturan pers.
Namun justru dewan pers sebagai pihak yang memfasilitasi organisasi pers
tersebut,” ujar Usman menanggapi Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tersebut.
Menyoal
Konstitusionalitas Fungsi Dewan Pers dalam Menyusun Peraturan
"Oleh karena
itu," sambung Usman, "Ketentuan a quo sama sekali tidak menghambat
hak organisasi pers yang dalam hal ini organisasi pers juga terdiri dari
individu atau perorangan didalamnya untuk mengeluarkan pikiran secara lisan dan
tulisan. Sehingga hal tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 dan
tidak menghambat hak individu untuk memajukan diri secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya."
“Sesungguhnya
ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f yang mengatur organisasi pers yang mengatur
hak organisasi pers tidak tepat didalikan sebagai ketentuan yang merugikan
pemohon sebagai perorangan WNI. Hal ini apabila pemohon mendalilkan bahwa
organisasi telah dirugikan maka harus dibuktikan dengan dokumen yang sah untuk
mewakili organisasi tersebut,” pungkas Usman.
Wartawan
Perbaiki Permohonan Uji UU Pers
Sebelumnya,
para Pemohon menguji fungsi Dewan Pers dalam menyusun berbagai peraturan
di bidang pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15
ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
Pemohon mendalilkan adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU Pers
telah merugikan hak konstitusional para Pemohon. Pemohon yang memiliki
perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk
Dewan Pers independen serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota
Dewan Pers secara demokratis. Tak hanya itu, ketentuan tersebut dinilai Pemohon
menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih
secara independen juga terhalangi.
Para Pemohon menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia. Selain itu, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali.
Hal ini karena organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Sebab, lanjutnya, dalam pelaksanaannya, pasal a quo dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers.
Sehingga keberlakuan Pasal 15
ayat (2) huruf f UU 40/1999 bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2),
Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2)
UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang
pers oleh masing-masing organisasi pers” karena membatasi hak
organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan
nilai-nilai dasar Demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, melakukan pengawasan, kritik,
koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,
memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers”. Pemohon juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 15 ayat (5) Pers bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Keputusan Presiden bersifat administratif sesuai usulan atau permohonan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan-perusahaan pers dan wartawan yang terpilih melalui mekanisme kongres pers yang demokratis”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar