HTML

HTML

Minggu, 11 Februari 2018

Kejari Unaaha Tetapkan Sekda Dan Bendahara Dinas P&K Konawe Sebagai Tersangka Korupsi

Hasil gambar untuk Kejari Unaaha tetapkan Sekda Konawe tersangka korupsi
KONAWE , 07 Feb 2018 – Kejaksaan Negeri Unaaha, Kabupaten Konawe, Rabu malam ,resmi menetapkan sekretaris daerah H. Ridwan Lamaroa sebagai tersangka kasus korupsi, dengan kerugian negara mencapai 2,3 Miliar Rupiah. Penetapan tersangka ini, setelah Kejari Unaaha menerima hasil audit BPKP, Dari 2,3 miliar kerugian Negara, tersangka mengembalikan 1,7 miliar Rupiah.
Hasil gambar untuk Kejari Unaaha tetapkan Sekda Konawe tersangka korupsiSekda Konawe, H. Ridwan Lamaroa saat mengembalikan keuangan negara disaksikan Kajari Konawe, Saiful Bahri Siregar (7/2).

“Hari ini mantan Kadis PK Konawe kami periksa sebagai tersangka kasus korupsi dana uang persedian ( UP ) dengan kerugian negara 2,3 milyar,” Tegas Saiful Bahri Siregar.
Selain Sekda Konawe, Kejaksaan Negeri Konawe juga telah menetapkan A.Gunawan, Salah Seorang PNS Dinas Pedidikan dan Kebudayaan Kabupaten Konawe yang saat ini menjabat sebagai Pemegang Kas Unit (PKU) sebagai tersangka dalam kasus korupsi UP tahun anggaran 2013.
Hasil gambar untuk Kejari Unaaha tetapkan Sekda Konawe tersangka korupsiBendahara Diknas Konawe, H. Gunawan (baju putih) saat memasuki ruang penyidikan Kejari
Kemudian untuk kasus dugaan tidak pidana korupsi di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe, Pihak Kejari Unaaha juga menyebut telah menetapkan Kusdiana, mantan Kabid Perikanan dan juga sekaligus PPK pengadaan bibit ikan sebagai tersangka.
Sedangkan untuk Dinas Perikanan sendiri, Kajari Konawe, Saiful Bahri Siregar memberi isyarat bakal ada tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan bibit ikan tahun anggaran 2015.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus korupsi Uang Persedian (UP) tahun anggaran 2013 dengan kerugian negara sebesar 2,3 milyar tersebut, Kejaksaan Negeri Konawe telah menyita dana sebesar 1,7 milyar.
(MIF) MHI 

Perpres Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjabat Sekretaris Daerah

JAKARTA , 07 Feb 2018 – Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 214 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada 2 Februari 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah (tautan: Perpres Nomor 3 Tahun 2018).
Hasil gambar untuk Para Penjabat Sekretaris Daerah Seindonesia Sedang BerKumpul
Menurut Perpres ini, Penjabat Sekretaris Daerah diangkat untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah yang berhalangan melaksanakan tugas karena: a. sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas; dan/atau b. terjadi kekosongan sekretaris daerah.
Sekretaris daerah dinyatakan tidak bisa melaksanakan tugas, menurut Perpres ini, karena: a. mendapat penugasan yang berakibat sekretaris daerah tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya paling singkat 15 (lima belas) hari kerja dan kurang dari 6 (enam) bulan;  atau b. menjalankan cuti selain cuti di luar tanggungan Negara.
Adapun kekosongan sekretaris daerah, menurut Perpres ini, terjadi karena sekretaris daerah: a. diberhentikan dari jabatannya; b. diberhentikan sementara sebagai pegawai negeri sipil; c. dinyatakan hilang; atau d. mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai pegawai negeri sipil.
“Mengundurkan diri sebagaimana dimaksud, termasuk pengunduran diri sekretaris daerah karena mencalonkan diri dalam pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah,” bunyi Pasal 3 ayat (2) Perpres ini.
Disebutkan dalam Perpres ini, kepala daerah menunjuk pelaksana harian apabila: a. sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas kurang dari 15 (lima belas) hari kerja; atau b. dalam proses penerbitan keputusan pemberhentian sekretaris daerah kurang dari 7 (tujuh) hari kerja dan/atau pengangkatan penjabat sekretaris daerah.
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, menurut Perpres ini, mengangkat penjabat sekretaris daerah provinsi untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah provinsi setelah mendapat persetujuan menteri yang menyeleranggakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Sedangkan Bupati/Wali kota mengangkat penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
“Masa jabatan penjabat sekretaris daerah sebagaimana dimaksud paling lama 6 (enam) bulan dalam hal sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan sekretaris daerah,” bunyi Pasal 5 ayat (3) Perpres ini.
Penjabat sekretaris daerah yang diangkat karena sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas, menurut Perpres ini, meneruskan jabatannya paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya apabila terjadi kekosongan sekretaris daerah.
Kriteria
Hasil gambar untuk Para Penjabat Sekretaris Daerah Seindonesia Sedang BerKumpul
Dalam Perpres ini disebutkan, calon penjabat sekretaris daerah diangkat dari pegawai negeri sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan di antaranya: a. menduduki jabatan pemimpin tinggi pratama eselon II/a untuk penjabat sekretaris daerah provinsi atau menduduki jabatan pemimpin tinggi pratama eselon II/b untuk penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota; b. memiliki pangkat paling rendah Pembina utama muda golongan IV/c untuk penjabat sekretaris daerah provinsi dan pangkat Pembina I golongan IV/b untuk penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota; dan c. berusia paling tinggi 1 (satu) tahun sebelum mencapai batas usia pensun.
Menurut Perpres ini, Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengusulkan 1 (satu) calon penjabat sekretaris daerah provinsi kepada menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak sekretaris daerah provinsi tidak bisa melaksanakan tugas atau terjadinya kekosongan sekretaris daerah provinsi.
Selanjutnya Menteri menyampaikan persetujuan atau penolakan calon penjabat sekretaris daerah provinsi yang diusulkan Gubernur, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat dari Gubernur.
“Menteri dianggap memberikan persetujuan apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud (5 hari kerja) tidak menyampaikan persetujuan atau penolakan,” bunyi Pasal 7 ayat (4) Perpres ini.
Sementara dalam hal Menteri menolak, gubernur menyampaikan usulan baru penjabat sekretaris daerah paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat penolakan Menteri.
Ketentuan yang sama juga berlaku dalam pengajuan calon penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota kepada gubernur.
Penjabat sekretaris daerah, menurut Perpres ini, dilantik oleh penjabat Pembina kepegawaian paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak keputusan pengangkatan penjabat sekretaris daerah ditetapkan.
Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terjadinya kekosongan sekretaris daerah terlampaui dan sekretaris daerah definitif belum ditetapkan, Perpres ini menyebutkan: a. menteri menunjuk penjabat sekretaris daerah provinsi yang memenuhi persyaratan; dan b. gubernur menunjuk penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota yang memenuhi persyaratan.
Ditegaskan, ketentuan dalam Peraturan Presiden ini juga berlaku untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat,  sepanjang tidak diatur dalam peraturan undang-undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan daerah tersebut.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 6 Februari 2018 itu.
(IR/ES) MHI 
Sumber:(Pusdatin)

Sabtu, 10 Februari 2018

Adies Kadir: Permenhub No 108 Th 2017, Angkutan Online Masuk Pada Kategori Angkutan Sewa Khusus

Hasil gambar untuk Sidang Uji Aturan UU LLAJ di MK
JAKARTA , 07 Februari 2018 /16:59 – Aturan mengenai angkutan umum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) tidak membatasi para pengemudi taksi berbasis aplikasi (taksi online) dalam mencari nafkah. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi III Adies Kadir pada sidang lanjutan perkara Nomor 97/PUU-XV/2017 yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu .
Adies Kadir yang mewakili DPR tidak sependapat dengan anggapan yang menilai Pasal 151 huruf a UU LLAJ menghalangi hak konstitusional para Pemohon. Ia menegaskan frasa “angkutan orang dengan menggunakan taksi” justru memberi payung hukum pada taksi, sedangkan untuk angkutan online masuk pada kategori angkutan sewa khusus. Hal ini, lanjut Adies, sudah ditegaskan melalui Pasal 26 dan Pasal 29 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 bahwa angkutan online masuk pada kategori angkutan sewa khusus. Sebab, para Pemohon bukan termasuk pada pengemudi taksi, melainkan berkedudukan sebagai pengemudi angkutan sewa khusus.
“Dengan demikian, kerugian yang didalilkan para Pemohon tidak diakibatkan oleh berlakunya norma, tetapi lebih kepada penerapan norma sehingga para Pemohon tidak memiliki legal standing,” jelas Adies di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Selanjutnya, Adies juga membantah keberlakuan Pasal 151 huruf a UU LLAJ menyebabkan tidak adanya pengakuan hukum yang adil. Menurutnya, hal tersebut hanyalah bersifat asumsi belaka. Justru, menurut Adies, pasal tersebut memberikan jaminan kepastian hukum karena adanya pengaturan tarif, wilayah operasi, dan pernyaratan angkutan orang lainnya. “Sehingga terwujud penegakan hukum bagi masyarakat,” tandas Adies.
Tidak Ada Kedudukan Hukum
Hasil gambar untuk Sidang Uji Aturan UU LLAJ di MK
Adapun Organisasi Angkutan Darat (Organda) selaku Pihak Terkait yang diwakili Andi M. Asrun menilai para Pemohon tidak dapat menjabarkan kepentingan dan kerugian konstitusionalnya. Hal ini dikarenakan para Pemohon hanya menyebutkan adanya unjuk rasa supir angkot yang terjadi di Kota Malang sebagai latar belakang pengajuan permohonan. “Hal ini tidak dapat dijadikan sandaran bagi justifikasi permohonan, seharusnya para Pemohon mempertajam argumentasi legal standing-nya,” sampai Asrun.
Pada pokok permohonan, lanjut Asrun, para Pemohon telah salah menilai hak konstitusional dalam pasal a quo. Dalam syarat administratif disebutkan adanya pengelolaan angkutan orang, Asrun berpendapat bahwa hak konstitusional Pemohon harus tetap mengikuti aturan administratif tersebut karena hal ini memudahkan pertanggungjawaban bagi penyelenggara jasa dan pengguna jasa atau konsumen. Di samping itu, dalam kenyataannya sangat memungkinkan terjadinya perbuatan melawan hukum seperti perbedaan tarif angkutan atau layanan yang tidak baik bagi konsumen. “Jadi, tetaplah harus ada aturan yang mengatur segala sesuatu secara administratif guna tidak terjadinya chaos di masyarakat,” sampai Asrun.
Hasil gambar untuk Uji UU LLAJ pada sidang lanjutan di Ruang Sidang Pleno MK
Sebagaimana diketahui, Pemohon, yakni Etty Afiyati Hentihu, Agung Prastio Wibowo, Mahestu Hari Nugroho, dkk yang berprofesi sebagai pengemudi taksi online mempersoalkan Pasal 151 huruf a UU LLAJ. Pasal 151 huruf a UU LLAJ menyebutkan,”Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi …”
Dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan ketentuan a quo belum mengakomodasi taksi online sebagai salah satu penyedia jasa angkutan sehingga dianggap merugikan para Pemohon.
(SP/LA/JP) MHI 

Kalteng Peringati Hari Kanker Sedunia

Hasil gambar untuk Provinsi Kalteng Peringati Hari Kanker Sedunia
PALANGKA RAYA , 06 Pebruari 2018 08:47:55 – Penyakit kanker telah menjadi global epidemic sehingga terjadi peningkatan kasus yang menyebar ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat. Peringatan Hari Kanker Sedunia tahun ini mengambil Tema “Kita Bisa, Aku Bisa” dan Sub Tema “Aku Bisa Melakukan Deteksi Dini, Kita Bisa Mengerti Kanker” dimaksudkan untuk menyebarkan pesan kepada individu atau kelompok untuk mengambil peran dalam mengurangi beban dan permasalahan penyakit kanker.
Salah satu upaya menyelamatkan jutaan jiwa dari kematian akibat kanker adalah mendorong pemerintah dan individu untuk meningkatkan pencegahan, deteksi dini dan pengobatan.
Nyonya Ivo Sugianto Sabran pada peringatan Hari Kanker Sedunia Tingkat Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2018 mengajak seluruh lapisan masyarakat menggaungkan pesan utama dari tema peringatan Hari Kanker Sedunia tahun ini melalui pencegahan dengan menghindari faktor resiko, deteksi dini, menciptakan lingkungan sehat serta bekerjasama menggerakan jejaring dalam mendorong dan mewujudkan upaya pengendalian kanker, di Aula Banjenta Gedungh Badan Diklat RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, Senin .
“Peringatan Hari Kanker Sedunia ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan terhadap kanker serta memperkuat system pelayanan di Indonesia. Kita selalu mengingatkan masyarakat dengan apa yang bisa dilakukan karena kanker tidak melihat usia muda ataupun tua” tegas Nyonya Ivo Sugianto Sabran.
Berdasarkan Data WHO tahun 2015 jumlah kasus baru akibat kanker di seluruh dunia meningkat signifikan. Tahun 2008 hingga 2030 diprediksi mencapai 26 juta jiwa kategori kesakitan. “Data tersebut menjadi peringatan dini bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah” ungkap Ivo Sugianto Sabran.
Tahun 2017 juga diprediksi 9 juta orang meninggal dunia di seluruh dunia akibat kanker dan diperkirakan terus mengalami peningkatan mencapai 13 juta jiwa per tahun hingga tahun 2030.
Berdasarkan Data RISKESDES tahun 2013 tercatat prevalensi tumor/kanker di Indonesia 1,4 per 1.000 penduiduk atau sekitar 347.000 orang dan yang paling banyak dialami oleh perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim. Sementara dari segi pembiayaan berdasarkan Data BPJS sampai September 2017 tercatat penyakit kanker  telah menghabiskan biaya sebesar 2,1 triliun rupiah, menempati urutan ke dua setelah penyakit jantung.
(Rendy) MHI 
Sumber:Humas Kalteng

Kejati Jambi Bungkus Dpo Korupsi Pengadaan Barang Fiktif

Hasil gambar untuk Kejati Jambi Kembali Tangkap DPO An. Adnan Bin Ugut
JAMBI , 06 Feb 2018 – Tim Kejati Jambi bersama Kejari Muaro Jambi melakukan penangkapan terhadap DPO An Adnan bin Ugut terpidana kasus pengadaan dan pemasangan ajir, papan nama blok/kelompok, pondok kerja dan gubuk kerja pada Dinas Kehutanan Kab. Muaro Jambi  TA 2008 sebesar Rp. 98 juta.
Tim yang dipimpin oleh Asisten Intelijen Kejati Jambi Dedie Tri Haryadi berhasil menangkap Adnan dirumahnya di Desa Sungai Bungur Kec. Kumpeh Ilir Kab. Muara Jambi sekitar jam 17.00 WIB.  terpidana langsung di bawa ke Kejati Jambi dan selanjutnya dieksekusi untuk menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Jambi.
Untuk diketahui Adnan bin Ugut dinyatakan bersalah berdasarkan surat Putusan banding Pengadilan Tinggi Jambi tanggal 03 Maret 2011 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Sengeti tanggal 18 Nopember 2010 yang mana terdakwa dipidana 1 tahun penjara.
Hasil gambar untuk Kejati Jambi Kembali Tangkap DPO An. Adnan Bin Ugut
Pada kasus pengadaan dan pemasangan ajir, papan nama blok/kelompok, pondok kerja dan gubuk kerja pada Dinas Kehutanan Kab Muaro Jambi  TA 2008 sebesar Rp. 98 juta ini terdapat beberapa item pekerjaan yang tidak dilaksanakan oleh terpidana sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 34 juta. Selain Adnan, terdapat tersangka lainnya yaitu Misno Bin Hatta yang telah menjalani masa hukumannya.
(HERI) MHI 

Jumat, 09 Februari 2018

Rapat Pleno Komite Nasional Keuangan Syariah

Presiden berdiskusi dengan Wapres dan Seskab sebelum dimulainya Rapat Pleno Komite Nasional Keuangan Syariah, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/2) sore
JAKARTA ,06 Feb 2018 – Presiden Joko Widodo mengemukakan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor keuangan dan ekonomi syariah. Untuk itu, lanjut Presiden, pemerintah sangat serius untuk menggarap potensi ini dan tidak ingin hanya menjadi target pasar dan produk industri negara-negara lain, hanya sekadar dari konsumen.
hqdefault
“Dengan potensi pasar yang besar di negara kita, kita harus menjadi penggerak utama perekonomian syariah,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada Rapat Pleno Komite Nasional Keuangan Syariah, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin sore.
Kepala Negara menekankan, agar dalam pengembangan industri keuangan syariah harus betul-betul bermanfaat bagi hal-hal yang produktif, termasuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, dalam rangka menekan angka ketimpangan.
Menurut Presiden, sesuai data yang diterimanya penggunaan pembiayaan syariah adalah 41,8%. Sebagian besar, menurut Presiden, masih digunakan untuk konsumsi, sedangkan pembiayaan untuk modal kerja dan investasi masing-masing baru mencapai 34,3% dan 23,2%.
Foto Kementerian Sekretariat Negara RI.
Presiden juga meminta agar pada tahun 2018 ini LKM Syariah, bank wakaf mikro terutama yang berlokasi di pesantren-pesantren lebih diperbanyak jumlahnya dan diperluas, sehingga mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Namun Presiden Jokowi mengingatkan, pembenahan juga harus dilakukan dalam pengelolaan zakat dan wakaf, sehingga bisa mendukung program pengentasan kemiskinan, serta mengurangi ketimpangan.
Potensi Besar
Foto Kementerian Sekretariat Negara RI.
Pada awal pengantarnya, Presiden Jokowi mengemukakan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor keuangan dan ekonomi syariah.
Ia menunjuk contoh, pada sektor industri keuangan syariah, aset perbankan syariah terus meningkat pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp435 triliun atau sekitar 5,8% dari total aset Perbankan Indonesia.
Begitu juga dengan pasar modal syariah, menurut Presiden, angkanya terus membaik. Ia menyebutkan, Indonesia adalah penerbit terbesar untuk international sovereign sukuk, pangsa pasar sukuk telah mencapai 19% dari seluruh sukuk yang diterbitkan berbagai negara.
“Selain itu, total aset industri keuangan non bank syariah juga naik 2 kali lipat dalam 5 tahun terakhir ini,” ungkap Presiden seraya menambahkan, Indonesia juga memiliki potensi yang sangat besar dalam pengumpulan dana sosial keagamaan, seperti dana haji, dana zakat, dan dana wakaf, serta dana infak dan sedekah.
Gambar terkait
Kepala Negara juga mengemukakan, dalam ekonomi syariah banyak potensi yang bisa dikembangkan dan harus segera digarap mulai dari bidang industri fashion, busana-busana muslim, industri makanan halal, industri farmasi dan juga sektor pariwisata.
“Kita memiliki tingkat konsumsi makanan halal terbesar di dunia. Indonesia masuk 5 besar negara dengan konsumsi produk obat-obatan, dan juga kosmetik halal terbesar di dunia. Indonesia adalah pasar terbesar kelima di dunia untuk konsumsi busana muslim,” tegas Kepala Negara.
Sementara dalam ekonomi pariwisata, menurut Presien, Indonesia juga menduduki peringkat keempat dengan jumlah kunjungan turis terbanyak dari negara-negara anggota OKI (Organisasi Kerja sama Islam) yang potensinya masih sangat menjanjikan.
“Pengeluaran wisata muslim global 2016 mencapai 169 miliar dollar AS atau 11,8% dari pengeluaran konsumsi wisata global,” ujar Presiden Jokowi.
“Kenapa? Karena Indonesia itu adalah saat ini posisinya lebih sebagai pasar dari produk halal. Bahkan yang mungkin mengejutkan rekan-rekan media, eksportir busana muslim terbesar di dunia itu adalah Cina, Indonesia tidak masuk 5 besar,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden.
Saat ini, lanjut Menteri PPN, wisata Indonesia masih berada di nomor 4 sedangkan  untuk kosmetik dan lainnya juga masih ketinggalan. “Karena itu, salah satu yang diminta Bapak Presiden adalah kita segera membuat roadmap pengembangan sektor riil atau industri manufaktur halal,” tambah Bambang seraya menyampaikan akan dibahas aturan lanjutan sebagai kepastian bagi dunia usaha.
Hal kedua, menurut Bambang, terkait keuangan syariah. Ia menyampaikan perlunya bank syariah yang skala besar sehingga skala kegiatannya juga besar dan basis utama dari BUMN dengan menggandeng swasta.
“Dan kemudian yang ketiga adalah penguatan dana sosial keagamaan, baik untuk zakat, wakaf. Dimana bank wakaf mikro akan terus dikembangkan untuk bisa mengurangi kemiskinan di berbagai daerah karena ini adalah kredit skala kecil yang harapannya bisa membantu orang-orang yang berbasis pesantren nantinya,” tambah Menteri PPN seraya menyampaikan bahwa fungsi zakat untuk ikut menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia.
Mengenai pemotongan zakat bagi PNS, Menteri PPN menyampaikan sedang dicari bentuk yang terbaik. “Tentunya sudah ada beberapa instansi, kalau tidak salah Kementerian Agama yang sudah melakukan itu, tetapi tentunya kalau akan diberlakukan secara luas harus diperhatikan nanti aturan yang mendasarinya,” jelas Bambang.
Soal rencana merger antara Bank Syariah di Indonesia, Menteri PPN menjawab bahwa untuk yang BUMN, ada pemikiran seperti itu. “Tapi nanti bentuk mergernya seperti apa tentunya harus dicari bentuk yang paling optimal. Yang penting hasil akhirnya, kita punya bank syariah yang berskala besar,” pungkas Menteri PPN/Kepala Bappenas akhiri wawancara.
Rapat Pleno Komite Nasional Keuangan Syariah itu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo, Ketua OJK Wimboh Santoso, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menristekdikti M. Nasir,  Kepala BPKP Ardan Adiperdana, Ketua LPS Halim Alamsyah, Kepala BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) Anggito Abimanyu, dan Ketua MUI Ma’ruf Amin.
(DNA/SM/JAY/ES/IR/JL) MHI 

Sejumlah Advokat Uji Materiil UU Tipikor KeMK Terkait Penahanan Frederich Yunadi Oleh KPK

lika-liku-fredrich-yunadi-di-pusaran-megakorupsi-e-ktp-FuLJxeJWr5
JAKARTA , 05 Februari 2018, 18:50 – Berkaca terhadap penahanan Frederich Yunadi yang berprofesi sebagai advokat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejumlah advokat mengajukan uji materiil Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Senin .
Perkara tersebut terbagi menjadi dua permohonan, yakni Perkara Nomor 7/PUU-XVI/2018 yang dimohonkan Khaeruddin serta Barisan Advokat Bersatu yang merupakan Pemohon Nomor 8/PUU-XVI/2018. Sidang pendahuluan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Aswanto.
Para Pemohon menilai Pasal 21 UU Tipikor yang digunakan KPK dalam menetapkan Frederich Yunadi sebagai Tersangka berpotensi menghalangi hak konstitusionalnya. Pasal 21 UU Tipikor tersebut berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.
Dalam permohonan Nomor 7/PUU-XVI/2018 tersebut, Khaeruddin menegaskan UU Tipikor tersebut tidak memiliki tolok ukur dan multitafsir. Hal ini dikarenakan tidak adanya keseragaman pemaknaan yang jelas lagi pasti terkait tolok ukur seorang advokat dalam melakukan pembelaan kepada klien, khususnya terhadap proses penyidikan yang sedang berjalan.
“Dengan ketiadaan tolok ukur yang jelas tersebut, menyebabkan advokat dalam membela kliennya sewaktu-waktu dapat dianggap dan diduga melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung sehingga pasal a quo merupakan norma yang tidak memiliki kepastian hukum dan dalam waktu yang bersamaan bertentangan pula dengan UUD 1945,” jelas Khaeruddin.
Pasal a quo, lanjut Khaeruddin, membuat profesi advokat terbelengggu guna menegakkan hukum dan keadilan kendati memiliki niat yang mulia untuk menegakkan hukum dan keadilan. “Akan tetapi, niatan mulia yang dimaksud dianggap sebagai tindakan yang menghalangi, merintangi, atau bahkan dianggap sebagai tindakan yang menggagalkan secara langsung atau tidak langsung terhadap proses hukum yang sedang berlangsung,” terang Khaeruddin.
Khaeruddin menambahkan bahwa advokat memiliki hak imunitas tersebut yang juga diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Namun demikian, dengan adanya hak tersebut tidak serta merta berarti advokat kebal hukum. Karena apabila advokat melakukan pelanggaran, setidaknya ada proses hukum dari Dewan Kehormatan untuk menentukan benar atau tidaknya pelanggaran yang ditujukan kepada advokat yang bersangkutan. Selain itu, Khaeruddin juga menilai pasal a quo bersifat subjektif yang sangat kontras apabila didasarkan atas suka tidak sukanya penegak hukum kepada advokat yang membela klien dalam hubungan sebagai kuasa hukum. “Bahwa tidak jelasnya ketentuan pasal a quo mengakibatkan pasal tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum,” tegas Khaeruddin.
Merintangi Tugas Advokat
Sementara itu, Para Pemohon perkara Nomor 8/PUU-XVI/2018 melalui Victor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum menyampaikan Pasal 21 UU Tipikor dan Pasal 221 ayat (1) angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 29D ayat (1) dan(2), serta Pasal 28G UUD 1945.
Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP menyatakan,”Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang llian, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara diserahi menjalankan jabatankepolisian.”
Gambar terkait
Menurut Victor, pasal a quo telah bertentangan secara bersyarat terhadap UUD 1945 karena Indonesia sebagai negara hukum  yang bertujuan mewujudkan tata kehidupan yang aman, tertib, dan berkeadilan. Kemudian kekuasaan kehakiman yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab tersebut memerlukan advokat yang mandiri, bebas, dan bertanggung jawab menegakkan hukum perlu dijamin dan dilindungi oleh UU demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum. Terhadap profesi advokat, Victor menyebutkan hal tersebut juga telah secara tegas disampaikan dalam Pasal 5 ayat (1) UU Advokat serta Pasal 16 UU Advokat.
Namun, berdasarkan ketentuan pasal a quo mengakibatkan penafsiran subjektif oleh penegak hukum untuk dapat merintangi atau menggagalkan, baik secara langsung atau tidak langsung tugas seorang advokat dalam menjalankan tugasnya melakukan pembelaan terhadap klien. “Apabila dalam menjalankan tugas profesinya seorang advokat ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polisi/Jaksa, maka advokat tidak dapat lagi menjalankan tugasnya dalam membela kliennya,” jelas Victor.
Gambar terkait
Menurut Victor, ketentuan norma pasal a quo juga dapat digunakan kepada advokat yang sedang dalam menjalankan tugasnya, namun tidak pada polisi, jaksa, maupun hakim. “Sehingga dengan adanya perlakuan yang berbeda bentuk diskriminasi hukum yang timbul akibat adanya ketentuan norma pasal a quo jelas bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,” urai Victor.
Nasihat Hakim
Hasil gambar untuk Hakim Konstitusi Palguna
Terhadap permohonan kedua perkara, Hakim Konstitusi Palguna memberikan catatan perlunya Pemohon Perkara 7/PUU-XVI/2018 untuk memperkuat dasar pada petitum yang menginginkan pasal a quo inkonstitusional. “Saudara mengaitkan dengan proses etik dengan hukum, ini dua hal yang terpisah. Norma etik dan hukum itu hal berbeda. Jadi, dasar petitum inkonstitusional bersyaratnya belum terlihat dasar dalilnya,” jelas Palguna.
Sedangkan terhadap Pemohon Perkara 8/PUU-XVI/2018, Palguna meminta argumentasi yang menguatkan dalil Pemohon yang seolah kontradiktif sehingga perlu dibangun penjelasan yang pasti. “Pasal 21 UU Tipikor dan Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP, itu ketentuan yang berlaku umum dan bagi seluruh warga negara serta tidak ada kecualinya termasuk bagi advokat. Namun di sini terlihat adanya harapan akan adanya perlakuan khusus bagi advokat dan ada pula dalil diskriminasi. Itu bagaimana penjelasannya? Argumentasinya kenapa minta pengecualian tetapi juga menyampaikan diskriminasi?,” terang Palguna.
Hasil gambar untuk Hakim Konstitusi Aswanto
Hakim Konstitusi Aswanto terhadap Pemohon Perkara 7 meminta agar Pemohon perlu menguraikan keberadaan Dewan Etik beserta tugas-tugasnya sehingga pernyataan adanya Dewan Etik tidak serta merta hadir atau dibunyikan dalam Petitum.
suha.jpg1
Selanjutnya, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengapresiasi semangat para Pemohon yang memajukan perkara terkait UU Tipikor dan juga meminta agar Pemohon menegaskan argumentasi mengenai hak imunitas advokat yang dimaksudkan Pemohon dalam permohonannya. “Pasal 16 untuk Advokat terbatas pada advokat melakukan pembelaan klien di dalam pengadilan. Jadi, imunitas itu hanya ada di dalam pengadilan. Meskipun dengan UU bantuan hukum diperluas menjadi, baik di dalam pengadilan maupun di luar. Argumentasi itu dibangun dan cermati lagi, definisi itikad baik itu seperti apa dari yang dimaksudkan itu,” jelas Suhartoyo.
Sebelum mengakhiri persidangan, Palguna mengingatkan bahwa para Pemohon diberikan waktu hingga Senin, 19 Februari 2018 pukul 13.00 WIB untuk memperbaiki permohonan, untuk kemudian diagendakan sidang berikutnya oleh Kepaniteraan MK.
(SP/LA/IR) MHI 


Postingan Terupdate

Hj Siti Qomariah Gelar Sosialisasi Perda No.5 Th 2023, Sekdes Desak Bupati Atasi Pengangguran Akut di Kabupaten Bekasi

KABUPATEN BEKASI,  MHI - Sosialisasi Perda Nomor 5 Tahun 2023 Tentang "Optimalisasi Penyelenggaraan Perlindungan Tenaga Kerja Melalui J...

Postingan Terkini


Pilihan Redaksi