HTML

HTML

Rabu, 23 Juli 2025

Masatoshi Nakayama Diantara "Legenda Dan Kontroversi"


MEDIA HUKUM INDONESIA, - Posturnya terlihat tegap dan kuat. Sorot matanya tajam, kadangkala terkesan dingin bagi beberapa orang. Sebagian mengaguminya sebagai figur yang berwibawa dengan keahlian karate yang tidak diragukan lagi. Sebagian membencinya karena tindakannya yang dianggap melanggar larangan sang guru. Kontroversial, adalah kata yang sering melekat padanya. Namun tidak diragukan lagi, dia juga salah satu loyalis dari Bapak Karate Moderen. Jika Funakoshi menyebarkan karate di Jepang, maka dirinya telah menyebarkan karate ke penjuru dunia.

Masatoshi Nakayama adalah salah satu tokoh awal karate Shotokan. Namanya terkenal karena merubah fungsi karate sebagai kompetisi olah raga, sebuah cita-cita yang tidak pernah diinginkan oleh Funakoshi yang menggunakan karate sebagai “do”. Dilahirkan di Prefektur Yamaguchi tanggal 13 April 1913, Nakayama masih mempunyai hubungan dengan klan Sanada yang legendaris. 

Keluarga Nakayama secara turun-temurun menguasai bela diri tradisional Jepang. Naotoshi (ayahnya) belajar judo sedangkan Naomichi (kakeknya) terkenal sebagai instruktur kendo ternama. Antusias pada bela diri agaknya mengalir dalam darah Nakayama yang juga berlatih kendo dan judo sejak anak-anak.

Saat usianya beranjak remaja, Nakayama pindah ke Taiwan untuk meneruskan sekolahnya. Sebagai anak muda yang bersemangat, Nakayama terlibat dalam banyak kegiatan klub seperti atletik, renang, tennis dan ski. Meski sangat sibuk Nakayama tidak melupakan latihan kendonya. Sang kakek sangat gembira melihat cucunya menggeluti bela diri yang sama dengannya. Dirinya berharap agar kelak Nakayama akan mengikuti jejaknya sebagai instruktur kendo.

Namun ternyata hal lain justru ada dalam benak Nakayama. Belajar di Taiwan agaknya menimbulkan rasa penasaran sekaligus keinginan untuk pergi Cina. Namun saat itu tidak mudah mencapainya karena dibutuhkan biaya yang tinggi. Nakayama kemudian memilih Universitas Takushoku untuk mewujudkan impiannya. Saat itu lulusan Takushoku memang banyak dikirim ke negara Asia untuk bekerja atau sebagai wakil Jepang.

Tahun 1932 diam-diam Nakayama mengikui tes masuk di Universitas Takushoku dan berhasil lulus. Nakayama sangat beruntung karena Takushoku terkenal sebagai universitas dengan koleksi bela diri tradisional Jepang yang lengkap. Dengan demikian dirinya tidak perlu susah-susah melanjutkan latihan kendonya. Saat jadwal latihan untuk seluruh kegiatan klub akhirnya diterbitkan, Nakayama ternyata keliru membaca jadwal latihan kendo yang terbalik dengan karate. Begitu datang ke dojo, Nakayama baru menyadari bahwa dirinya hadir di hari yang salah. Meski kecewa, Nakayama tidak langsung pulang, melainkan ingin melihat latihan karate dari dekat.

"Di surat kabar aku telah membaca tentang karate, namun aku tidak begitu banyak mengetahuinya, karena itu kuputuskan untuk duduk dan melihatnya sebentar. Tidak lama, seorang laki-laki tua datang ke dojo dan mulai memberi aba-aba pada para murid. Dia benar-benar sangat ramah dan tersenyum pada siapapun, tapi tidak diragukan lagi bahwa dia adalah instruktur kepala," gumam Nakayama.

"Hari itu," lanjutnya," Aku melihat Master Funakoshi dan karate untuk pertama kalinya. Aku menyukainya dan karena itu aku ingin mencoba karate pada latihan berikutnya, karena dengan pengalamanku di kendo seharusnya karate akan lebih mudah." 

"Pada latihan berikutnya, dua hal yang terjadi telah mengubah hidupku; Pertama, aku benar-benar telah lupa dengan kendo, dan kedua, aku menemukan bahwa seluruh teknik karate ternyata tidak mudah dikerjakan. Sejak hari itu hingga sekarang, aku tidak pernah kehilangan semangat untuk berusaha menguasai teknik karate-do,”tegas Nakayama penuh semangat.

Begitulah, Nakayama kemudian mulai menjalani latihan karate di Takushoku yang terkenal paling berat dan melelahkan. Saat itu hanya ada dua macam latihan karate, yaitu memukul makiwara sekitar 1000 kali dan mengerjakan satu macam kata 50-60 kali. Latihan yang membosankan namun menuntut fisik dan semangat yang prima itu berlangsung selama 5 jam. Akibatnya tidak banyak murid yang mampu bertahan, hingga dalam waktu 6 bulan hanya tersisa sedikit saja.

Nakayama terus bertahan dan mengerjakan seluruhnya tanpa mengeluh.
Setahun setelah Nakayama bergabung dengan klub karate, latihan kumite mulai diperkenalkan. 

Tahun 1933 berturut-turut gohon kumite (5 teknik), sanbon kumite (3 teknik) dan ippon kumite (1 teknik) mulai diajarkan. Nakayama yang sebelumnya telah belajar kendo tidak begitu kesulitan dengan latihan model baru ini.

Tahun 1934 kumite setengah bebas (jiyu ippon kumite) diajarkan dan ternyata mendapat respon yang positif dari kalangan mahasiswa. Model kumite ini adalah inovasi dari Yoshitaka Funakoshi yang terinspirasi dari latihan kendo. Sayangnya Nakayama saat itu telah pergi ke Cina hingga tidak begitu lama merasakan jiyu ippon kumite. Saat itu latihan kumite dianggap sebagai pengusir kebosanan dengan latihan Funakoshi yang hanya fokus pada kihon dan kata saja.

Tahun 1937 menjadi tahun yang melelahkan namun menggembirakan bagi Nakayama. Saat itu Nakayama berhasil lulus dari Takushoku namun harus pergi ke Cina sebagai wakil pertukaran pelajar dengan Universitas Peking. Nakayama dipilih karena termasuk pemuda yang pandai, apalagi sebelumnya telah belajar bahasa Cina di sela kesibukan karatenya. Saat akan kembali ke Jepang, Nakayama ternyata harus menundanya karena bekerja untuk pemerintah Cina selama beberapa waktu.

Tahun 1946 Nakayama baru kembali ke Jepang, setahun setelah negara itu mendapat mimpi buruk akibat kalah perang. Saat itulah Nakayama mendapati kenyataan pahit dengan banyak rekannya di dojo telah tewas. Meski sulit, Nakayama berusaha mengumpulkan mereka yang pernah aktif berlatih karate dan mencoba mengorganisir latihan seperti sebelum perang. 

Tahun 1947 Nakayama menjadi instruktur kepala di Takushoku menggantikan Funakoshi. Upaya Nakayama berhasil mengembalikan reputasi Takushoku sebagai yang paling aktif dalam karate sesama dojo universitas.

Angin perubahan dunia karate Jepang terjadi tahun 1949 saat dibentuk Japan Karate Association (JKA). Organisasi ini muncul setelah beberapa murid senior Funakoshi menginginkan satu wadah yang resmi karate. Lebih jauh untuk menyatukan seluruh praktisi karate Jepang yang tercerai berai pasca perang. 

Meskipun dalam JKA Funakoshi bertindak sebagai guru besar kehormatan, namun usia yang telah lebih dari 80 tahun membuatnya tidak mungkin bertindak sebagai instruktur. Karena itulah Nakayama dipilih sebagai instruktur kepala mewakili Funakoshi. 

Tidak lama sesudahnya, tahun 1952 bagian pendidikan jasmani di Takushoku meminta bantuannya sebagai staf pengajar. Posisi itu adalah awal karirnya, karena di masa mendatang Nakayama menjadi kepala di divisi tersebut.

Setelah Funakoshi meninggal dunia, Nakayama berperan besar dalam proses awal JKA hingga menjadi besar seperti sekarang. Selain sebagai instruktur kepala, Nakayama melakukan banyak riset dalam karate.

Agaknya posisi yang dekat dengan dunia akademis membuat Nakayama tidak kesulitan dengan hal itu. Hasilnya adalah apa yang terlihat dalam JKA moderen saat ini tampil sebagai organisasi karate yang terbesar di dunia. 

Ada tiga hal utama yang dianggap sebagai inovasi terbaik dari Nakayama, yaitu: menyebarkan karate ke penjuru dunia, program pelatihan calon instruktur JKA dan kompetisi karate. Meski banyak mendapat repon positif, seluruhnya program itu masih menyisakan pro dan kontra bahkan hingga kini.

Untuk mendukung promosi Shotokan JKA, Nakayama menerbitkan banyak buku karate. Diantaranya adalah “Dynamic Karate” (1965, 2 volume), Best Karate (1977, 11 volume), “Katas of Karate” (5 volume) dan “Superior Karate” (11 volume).




Bicara tentang pandangannya tentang karate, Nakayama mempunyai konsep yang lebih luas. Jika sebagian orang menyatakan manfaat karate adalah untuk meningkatkan kondisi fisik, maka Nakayama menjabarkannya dengan lebih luas. Menurut Nakayama karate adalah sebuah latihan fisik yang menggerakkan seluruh anggota tubuh ke segala arah baik berurutan dan bersamaan.

"Dengan didukung tekad yang kuat, hanya berbekal tangan kosong saja seseorang mampu melancarkan teknik yang terkontrol baik ke sasaran. Dengan demikian teknik karate yang dilakukan dengan benar seharusnya efektif meski menghadapi lawan seperti apapun," ungkap Nakayama. 

Meski Nakayama membenarkan fungsi karate sebagai bela diri, ditegaskan olehnya bahwa tujuan karate sejak dulu hingga kini masih sama. Hal itu adalah sebagai dasar yang kuat untuk mengembangkan setiap individu baik secara emosi, fisik dan spiritual.

Dalam beberapa tulisan dan wawancara dengannya, Nakayama menegaskan bahwa karate lebih dari sekedar menang atau kalah. 

"Karate adalah “alat” untuk mengatasi tantangan tidak hanya dalam berlatih, namun juga dalam hidup ini. Keyakinan ini masih berhubungan dengan konsep “do” (jalan, arah) yang pernah diutarakan Funakoshi," tutur Nakayama.

Diutarakan Nakayama bahwa, konsep “do” menjadikan seni karate digunakan sebagai cara untuk mencapai kebajikan dan kesempurnaan karakter. Dimana untuk mencapainya butuh proses sepanjang hidup karena di dunia ini tiada seorangpun yang sempurna. 

”Kemajuan seseorang dalam seni karate-do mirip dengan menaiki sebuah tangga atau melangkah di jalan yang curam. Seiring tubuh dan pikiran yang tumbuh bersamaan, seseorang akan terus melangkah ke depan dan naik, satu langkah dalam satu waktu,” ujar Nakayama.

Barangkali sudah bukan rahasia lagi jika Nakayama dituding sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas munculnya kompetisi karate (sport karate). Akibat tindakan itu banyak orang memujinya meski tidak sedikit pula yang mencelanya. Mereka yang memuji umumnya berasal dari generasi baru karate Jepang yaitu pasca Perang Dunia II. Saat itu banyak anak muda Jepang yang ingin melihat karate dapat dipertandingkan seperti baseball atau basket. Mereka berharap kompetisi karate dapat menjadi semacam obat bagi Jepang yang telah kalah perang. Selain itu anak muda Jepang juga ingin melanjutkan kumite yang sempat diperkenalkan sebelumnya.

Nakayama melihat hal itu sebagai kesempatan untuk mempopulerkan karate yang sempat terhenti akibat krisis perang. Dengan melakukan berbagai riset, Nakayama mulai membandingkan karate dengan peraturan cabang olah raga lain. Dengan latar belakangnya sebagai profesor bidang olah raga, Nakayama tidak menemui kesulitan yang berarti. Hasilnya adalah turnamen karate JKA pertama yang digelar tahun 1957 di Tokyo.

Acara itu sukses besar hingga publik Jepang rela berdesakan di dalam gedung menyaksikan momen yang diakui bersejarah sekaligus revolusioner. Begitu hebohnya hingga negara barat juga kagum dengan keberhasilan Jepang menggelar acara semegah itu. Peristiwa itu seakan menghapus memori buruk akibat serangan bom atom yang masih menyisakan trauma hingga kini.

Namun ternyata tidak semua pihak turut gembira dengan kesuksesan Nakayama dan JKA. Dibelakang gemerlap kompetisi karate yang pertama itu terbersit penyesalan dan kekecewaan dari murid-murid senior Funakoshi. Mereka seakan tidak percaya JKA berani melanggar larangan Funakoshi dengan terang-terangan. 

Bahkan tidak sedikit yang kemudian menganggap Nakayama dan JKA telah mengkhianati cita-cita Funakoshi. Namun mereka yang kecewa dengan hal itu memilih untuk tidak mengumbar konfrontasi terbuka.

Mereka lebih memilih menyatukan mengumpulkan rekan-rekannya yang masih mempunyai tujuan sejalan dengan prinsip Funakoshi. Dengan tegas mereka menyatakan menarik diri dari segala turnamen, komersialisasi karate dan berharap para antusias karate di dunia akan mengetahui perbedaan antar dua kelompok itu.

Gichin Funakoshi dan Masatoshi Nakayama

Meskipun banyak yang menuduhnya sebagai otak dibalik munculnya kompetisi karate, Nakayama tampaknya sangat berhati-hati menanggapi masalah ini. Nakayama sadar bahwa esensi karate yang berubah akibat kompetisi adalah pertanyaan yang sangat sensitif dan sulit dijawab.

Sehingga hingga kini memang sulit dibuktikan apa tujuan sebenarnya Nakayama menggelar acara itu. Murid-murid Nakayama yang paling awal seperti Hirokazu Kanazawa (SKIF), Keigo Abe (JSKA) dan Tetsuhiko Asai (JKS) bahkan tidak mengetahui motif Nakayama. Orang terdekat Nakayama yaitu Teruyuki Okazaki (ISKF) yang membantunya meriset peraturan kompetisi juga tidak mampu berkomentar banyak.

Satu-satunya argumentasi Nakayama berkaitan dengan hal ini adalah, dirinya menambahkan peraturan olah raga dalam karate untuk menghindari resiko cedera akibat teknik yang tidak terkontrol. Hal itu dilakukan setelah Nakayama mengamati kumite yang terjadi tahun 1930-an.

Harus diakui pernyataan itu tidaklah cukup menjawab alasan sebenarnya Nakayama berani menggelar kompetisi karate. Akibatnya munculah pernyataan yang serba spekulatif dari publik karate dunia. Misalnya kompetisi sebenarnya tidak lebih dari upaya Nakayama untuk mempopulerkan karate JKA keluar negeri. Seperti telah diketahui bahwa orang barat sulit menerima karate karena filosofinya yang rumit dan dinilai tidak masuk akal.

Gegap gempita kompetisi karate seakan telah melupakan pandangan orang barat tentang filosofi karate. Bagi mereka karate mirip dengan olah raga seperti basket yang berusaha mencuri poin sebanyak mungkin. Sehingga jika melihat cabang JKA yang kini tersebar di luar negeri, tidak heran banyak yang mengidolakan sosok Nakayama.

Nakayama percaya bahwa dirinya tidak pernah ingin atau telah melanggar prinsip Funakoshi meski menyebarkan semangat karate dengan jalan yang berbeda. Keyakinannya senada dengan yang pernah diungkapkan Funakoshi bahwa karate sebenarnya seni bela diri yang tidak pernah selesai. Artinya, di masa depan karate akan terus berkembang dan berubah karena dipengaruhi oleh banyak orang dan banyak hal.

"Saat aku mati kelak, aku berharap master Funakoshi tidak akan memarahiku karena memperkenalkan karate sebagai kompetisi olah raga (sport karate). Namun kukira dia tidak akan terlalu kecewa. Dia ingin aku menyebarkan karate-do ke penjuru dunia, dan kompetisi karate telah berhasil mewujudkannya," tutup, Masatoshi Nakayama.


(Indoshotokan) MHI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Masatoshi Nakayama Diantara "Legenda Dan Kontroversi"

MEDIA HUKUM INDONESIA, - Posturnya terlihat tegap dan kuat. Sorot matanya tajam, kadangkala terkesan dingin bagi beberapa orang. Sebagian me...

Postingan Terkini


Pilihan Redaksi